16 Mart 2016 Çarşamba

SERANGKAIAN KESALAHAN BESAR MENGENAI KECERDASAN MONYET

SERANGKAIAN KESALAHAN BESAR MENGENAI KECERDASAN MONYET

Teve National Geographic menayangkan dua film dokumenter pada bulan April 2003 dalam edisi Eropa, berjudul A Tale of Three Chimps (Kisah Tiga Simpanse) dan My Favorite Monkey (Monyet Kesukaanku). Dokumenter-dokumenter tersebut menunjukkan kemiripan yang jelas mengenai pesan yang ingin mereka sampaikan. Penayangan berkelanjutan dokumenter-dokumenter ini oleh Televisi National Geographic, isi serta waktunya menunjukan bahwa propaganda evolusionis yang sangat terencana sedang berlangsung. Saluran ini, yang pada bulan Maret 2003 menyajikan pada kita dongeng tentang “anjing yang masuk ke laut dan menjadi seekor paus” dan “ikan yang merayap ke darat untuk meninggalkan laut dan tumbuh kakinya”dalam Great Transformations (Perubahan-perubahan Besar), saat ini menawarkan kita cerita lain dan mencoba menanamkan apa yang disebut sebagai evolusi manusia.
Dokumenter "A Tale of Three Chimps" yang menggambarkan simpanse-simpanse yang bekerja di sirkus, dan "My Favorite Monkey" adalah tentang hewan macaque berekor. Keseluruhan tayangan kedua film tersebut banyak memberikan contoh yang memperlihatkan perilaku cerdas pada monyet, dan kesan yang diberikan adalah karena monyet dianggap sebagai kerabat dekat manusa, kecerdasan mereka tentunya tinggi. Tujuan penulisan artikel ini adalah mengungkap pemahaman-pemahaman Darwinisme yang membelenggu kedua tayangan dokumenter tersebut.

Klaim Bahwa Simpanse dan Manusia Berkerabat atau Memiliki hubungan Genetika Adalah Tidak Benar

Tepat pada bagian awal film ini terdapat pernyataan bahwa simpanse adalah “Kerabat Spesies” manusia dan dikatakan bahwa para ilmuwan menyadari kemiripan-kemiripan antara kedua spesies sebelum kemiripan genetika mereka dapat dibuktikan.
Pandangan Teve National Geographic TV's tentang monyet sebagai “Kerabat Spesies” manusia tidak lebih dari prasangka pendukung Darwin dan tidak berdasar pada penemuan-penemuan ilmiah. Sama sekali tidak ada bukti yang mendukung klaim bahwa manusia dan kera berevolusi dari satu nenek moyang. Menghadapi gambaran yang dihasilkan oleh catatan fosil, palaentologis evolusionis mengakui bahwa mereka telah meninggalkan harapan untuk menemukan “rantai yang hilang” antara manusia dan simpanse.
Pengakuan bahwa “kemiripan genetis” antara manusia dan kera telah dipastikan merupakan sebuah penipuan, murni dan sederhana. Kemiripan genetic adalah sebuah skenario yang dihasilkan dari penyimpangan data mengenai DNA manusia dan simpanse dengan maksud mendukung Darwinisme. Meskipun demikian, skenario ini memang busuk sampai akar-akarnya, karena mengakui bahwa DNA muncul dengan cara mutasi evolusi acak. Meskipun demikian, kenyataannya adalah efek mutasi pada organisme, tidak dapat dipungkiri, membahayakan, dan bahkan sebagian dari hasil mutasi berakibat fata. DNA mengandung informasi berarti yang terekam dalam suatu sistem sandi istimewa. Mutasi acak tidak mungkin dapat menambahkan informasi baru pada DNA suatu organisme dan merubahnya menjadi spesies baru. Seluruh eksperimen dan observasi tentang mutasi menunjukkan hal tersebut.
Lebih lanjut, kesalahan angka yang diajukan dalam propaganda kemiripan genetic ini juga telah muncul dalam penemuan-penemuan ilmiah baru dalam bulan-bulan terakhir. Penemuan oleh ahli genetika California Institute of Technology telah menunjukkan bahwa perbedaan genetic antara manusia dan simpanse tiga kali lebih besar dibandingkan yang selama ini telah diklaim.1 Telah ditunjukkan bahwa tidak ada bukti ilmiah mengenai hal yang sangat sering ditekankan dalam propaganda evolusionis. (Untuk lebih detilnya mengenai penemuan ilmiah yang telah mengehancurkan skenario evolusi manusia, lihat Darwinism Refuted (Sangkalan Terhadap Darwinisme) oleh Harun Yahya di www.harunyahya.com dibawah subtopik “Refutation of Darwinism" (Penyangkalan terhadap Darwinisme).)
Dokumenter Televisi National Geographic, "My Favorite Monkey," menyatakan bahwa manusia dan kera memiliki kemiripan faal, dan hal ini dilihat sebagai bukti evolusi. Diberikan ruang bagi seorang dokter hewan untuk berkomentar mengenai seekor monyet yang dibawa kepadanya untuk pengobatan. Dokter hewan ini menyatakan bahwa beberapa obat yang digunaknnya pada monyet itu sebenarnya adalah obat untuk manusia, dan mengutip hal tersebut sebagai bukti bahwa kedua spesies tersebut memiliki hubungan kekerabatan.
Meskipun demikian, kenyataan bahwa obat-obatan terbukti ampuh pada kedua spesies tidak memberikan bukti apapun bagi teori evolusi. Perbandingan semata-mata dibuat seseorang sesuai dengan persangkaan-persangkaan pengikut Darwin. Secara alami zat-zat kimia serupa memang seharusnya berguna untuk manusia dan kera. Kedua spesies hidup di biosfir yang sama dan memiliki molekul-molekul organik berdasar karbon yang sama. Kesamaan struktur ini bukan hanya dimiliki manusia dan kera, tapi juga seluruh alam. Misalnya, manusia memproduksi obat-obatan dari darah kepiting ladam (“horseshoe crab”). Namun bukan berarti manusia dan kepiting ladam memiliki hubungan kerabat.
Di sisi lain, transplantasi ginjal yang dilakukan dari simpanse ke manusia menunjukan pukulan telak bagi klaim mengenai kemiripan fungsi faal tubuh. Dr. Keith Reemtsma dari Tulane University melakukan lebih dari selusin transplantasi dari simpanse ke manusia pada tahun 1963, namun semua pasiennya meninggal.2 Hal itu disebabkan metabolisme simpanse bekerja lebih cepat, oleh alas an tersebut sehingga menyebabkan sel-sel dalam jaringan ginjal simpanse menyerap air dengan cepat dalam tubuh manusia penerima organ.

Siasat Propaganda Teve National Geographic

Siasat propaganda sangat sering menjadi usaha dalam tayangan-tayangan dokumenter dari Televisi National Geographic yang berisi contoh-contoh perilaku cerdas kera dan kemudian menggambarkan perbandingan antara mereka dan manusia. Siasat ini dapat dilihat dalam pernyataan-pernyataan seperti“mereka adalah hewan-hewan cerdas", "kebutuhan mereka sangat mirip dengan manusia" dan "seperti kita, mereka merasakan kebutuhan terhadap ikatan pribadi dan hubungan antar-pribadi".
Komentar-komentar dalam My Favorite Monkey menyebutkan bahwa kera memberikan penyelesaian kreatif terhadap masalah-masalah di alam dan bahwa mereka adalah penyelesai masalah yang cerdas. Juga dikatakan bahwa batas antara tingkah laku manusia dan kera boleh jadi tidak begitu jelas. Dalam pengisahan lainnya, dikatakan bahwa mereka secara fisik menggambarkan diri kita, kita menggunakan mereka dalam penelitian ruang angkasa dan medis. Selain itu, mereka menggambarkan diri kita secara social, namun kita merahasiakannya. Kehidupan keluarga sangat penting bagi anggota spesies macaque dan hubungan kekerabatan kita sangat dekat sehingga …
Namun ketidakonsistenan dalam penyusunan hubungan evolusi antara manusia dan kera dalam hal kecerdasan dan hubungan antar-pribadi sangatlah terbukti. Ada hewan-hewan lain yang jauh lebih hebat dari kera dalam hal kecerdasan dan hubungan. Lebah, misalnya, dapat menggunakan teknik arsitektur dalam membangun sarang mereka, yang ketepatannya hanya dapat dihitung dengan perhitungan matematis.3 Suatu rencana geometris dapat dilihat pada sarang, yang memungkinkan jumlah material paling sedikit digunakan dalam pembentukannnya namun menghasilkan tempat terluas sebagai ruang penyimpanan. (Untuk mengetahui rancangan “optimal” luas dan keliling dari berbagai bentuk geometris harus dihitung, dan bentuk geometris dengan perbandingan luas/keliling tertinggi harus dipilih).
Dengan cara yang sama, berang-berang dapat membangun sarang mereka menentang aliran air di tengah sungai, menggunakan kemampuan teknik yang digunakan manusia dalam membangun bendungan.4 Rayap membangun menara yang mengagumkan sebanding dengan gedung pencakar langit buatan manusia, dan membuat system pendingin udara, kamar-kamar penyimpanan dan wilayah pertanian di dalamnya. Faktanya, tentu saja, bahwa hewan-hewan ini menunjukkan pengetahuan matematis dan geometris yang kasat mata dalam bangunan-bangunannya serta menggunakan cara-cara teknis tidak menunjukkan bahwa kita berkerabat dengan lebah, berang-berang dan rayap.
Kenyataan bahwa monyet merasa membutuhkan ikatan dan hubungan antar pribadi juga bukan merupakan bukti terjadinya evolusi. Makhluk yang tidak memiliki kemungkinan kekerabatan dengan manusia juga menikmati ikatan dan hubungan sejenis. Pinguin, misalnya, membesarkan keluarganya dengan penuh cinta dan kesetiaan. Anjing jauh lebih setia dan bersahabat dalam hubungannya dengan manusia. Merpati menikmati hubungan dekat dengan pasangannya. Parkit Australia menunjukkan minat dan kesetiaan satu sama lain, dan juga pada manusia. Meskipun demikian, sifat-sifat ini tidak membuat penguin, merpati, parkit Australia, dan anjing kerabat kita.
Di sisi lain, hewan-hewan ini menguak ketidakvalidan klaim teori evolusi tentang asal usul kecerdasan dan tingkah laku mereka. Meskipun kenyataannya makhluk-makhluk tersebut berada pada pohon evolusi khayalan yang lebih jauh dari manusia dibandingkan simpanse, hewan-hewan ini masih dapat menunjukkan tingkah laku yang jauh lebih mendekati kecerdasan manusia daripada simpanse.
Lebah madu mengungkap sebuah kontradiksi lain yang tidak dapat diperhitungkan oleh teori evolusi. Teori ini memperhitungkan tingkat kecerdasan berdasarkan perkembangan sistem syaraf. Misalnya, kenyataan bahwa manusia adalah makhluk hidup yang paling berkembang dihubungkan dengan perbandingan otak/tubuhnya yang tertinggi. Berdasarkan logika ini, simpanse, yang memiliki system syaraf yang lebih rumit daripada lebah, seharusnya lebih superior daripada lebah. Namun, kenyataannya malah sebaliknya. Kenyataan bahwa makhluk hidup yang lebih jauh letaknya dari manusia di pohon evolusi khayalan dibandingkan simpanse mampu menunjukkan tingkah laku dengan tingkat kerumitan yang sama dengan manusia, meskipun makhluk ini lebih randah tingkatannya – misalnya, caranya menghitung luas dan keliling heksagon (segi enam) dan mengukur sudut-sudut dalamnya – benar-benar meruntuhkan pengakuan evolusioni tentang kecerdasan kera.

Hati-Hati dengan Penyimpangan Tentang Kebiasaan Monyet

Dalam dokumenter My Favorite Monkey tersirat bahwa monyet berekor bernama macaque memiliki kemampuan mengembangkan tingkah laku rumit, dan mengajarkannya pada monyet-monyet lain dan mewariskannya kepada generasi selanjutnya. Ini digambarkan sebagai “kebiasaan monyet”, karena arti kebiasaan adalah tingkah laku yang dipelajari.
Mungkin saja untuk mengatakan bahwa model tingkah laku yang tidak umum pada suatu spesies merupakan sebuah ‘kebiasaan’. Namun, sebagaimana telah kami sebutkan di atas, tingkah laku yang “mirip manusia” atau kebiasaan “mirip manusia” dalam sisi-sisi tertentu makhluk hidup lagi-lagi bukan merupakan bukti teori evolusi.
Teve National Geographic terlibat dalam dua penyimpangan besar dalam hal ini. Pertama, contoh mengenai seekor macaque yang mencuci kentang berpasir di laut sebelum memakannya. TV engages in two major distortions here. Kedua, seekor macaque dewasa dengan paksa merebut batu yang tengah dimainkan dari tangan monyet yang lebih muda.
Disebutkan bahwa mencuci kentang dalam air adalah tingkah laku yang berawal dari seekor macaque dalam kelompok itu, yang kemudian mengajarkannya kepada yang lain. Ini dianggap sebagai sebuah kebiasaan. Pengambilan batu yang sedang dimainkan macaque muda oleh macaque dewasa dianggap sebanding dengan anak-anak yang bermain di taman bermain yang saling berebut mainan. Juga dikatakan bahwa cara macaque dewasa menunjukkan kekuatannya dengan merebut batu dari hewan yang lebih muda menunjukkan bahwa macaque mengaitkan batu tersebut dengan penghargaan masyarakat.
Kenyataan bahwa seekor monyet membersihkan “seperti manusia” dan menunjukkan kebiasaan memamerkan sebuah “mainan” tidak dapat dijadikan bukti evolusi. Para evolusionis terus-menerus terpaku pada kebiasaan monyet, dan terbiasa menggambarkan kebiasaan monyet tersebut dimiliki oleh seluruh monyet, berdasarkan hubungan tertentu antara monyet yang satu dengan yang lain. Tujuannya di sini adalah mematri pemahaman masyarakat bahwa kebiasaan manusia adalah sebuah fenomena yang muncul melalui evolusi, dan di antara hewan-hewan yang paling dekat tingakatannya dengan kebiasaan manusia ditunjukkan oleh monyet.
Namun lebah liar yang dikenal dengan nama schwarzula atau semut pemotong daun (leafcutter ant)menunjukkan kebiasaan yang lebih rumit – bertani. Schwarzula “beternak” dengan menggunakan sekresi dari sejenis larva yang dikumpukan di sarangnya. Semut pemotong daun “bertani” dengan menumbuhkan jamur. 5 Jenis semut lain mengumpulkan damar daei pohon-pohon dan menggunakannya sebagai antiseptik untuk membersihkan sarangnya dari kuman. Ini merupakan pertanda “kebiasaan pengobatan”. Bukti bahwa makhluk hidup, yang (menurut para evolusionis) “lebih sederhana” dibanding kera dan lebih jauh kedudukannya dari manusia dibandingkan kera, dapat menunjukkan contoh kebiasaan yang rumit cukup untuk meruntuhkan pengakuan kaum evolusionis tentang hubungan antara “kebiasaan Monyet” dengan manusia.
Sebagaimana telah kita lihat, penyimpangan Teve National Geographic tidak cukup, menurut teori evolusi, untuk menjelaskan tingkah laku dan kebiasaan hewan yang mirip dengan manusia. Selain itu, contoh-contoh tingkah laku dan kebiasaan lebah, semut, berang-berang, anjing dan merpati menimbulkan pertanyaan-pertanyaan lain yang tidak akan dapat terjawab dengan teori evolusi: Bagaimana makhluk-makhluk ini menemukan keterangan yang diperlukan untuk mencapai tingkah laku yang begitu rumit? Bagaimana mereka dapat menerjemahkan keterangan tersebut? Bagaimana serangga-serangga kecil itu dapat menunjukkan tingkah laku yang lebih rumit daripada kera, yang dianggap kerabat terdekat manusia?
Anda dapat menanyakan pertanyaan-pertanyaan ini pada seorang evolusionis pilihan Anda. Sudah dapat dipastikan bahwa jawabannya akan menunjukkan kebingungan yang mereka hadapi. Mereka yang lebih berpengalaman akan mencoba menyembunyikan hal ini dengan mengatakan bahwa tingkah laku tersebut tergantung pada “naluri”. Namun alasan ini gagal menyelematkan teori yang menghadapi jalan buntu. “Naluri” tidak lebih dari sebuah nama yang dibuat untuk kebingungan evolusi ini.
Jelas sekali bahwa naluri tidak berasal dari makhluk hidup itu sendiri, melainkan diilhami oleh kecerdasan yang lebih tinggi. Dialah Allah Yang mengilhami tingkah laku lebah, berang-berang, anjing, merpati dan simpanse. Setiap makhluk hidup menunjukkan sifat-sifat yang telah Allah tetapkan baginya. Kenyataan bahwa simpanse adalah hewan, yang mengagumkan bagi manusia dan dapat menaati perintah, lahir dari ilham yang diturunkan Allah padanya. Kebenarannya dapat dilihat dalam ayat Quran,
"Rabb-mu mengilhamkan kepada lebah…" (Qur'an, 16:68)

Kesalahan Besar Menganai Monyet dari Teve National Geographic

Klaim yang diajukan dalam perbandingan antara macaque berekor dengan manusia dalam dokumenter "My Favorite Monkey" sangat tidak konsisten sehingga film memberikan kesan telah disiapkan sebagai hiburan bagi anak-anak. Misalnya:Monyet percoban yang dikirim ke ruang angkasa disebut sebagai pahlawan, dan kita diberitahu bahwa, seandainya tidak ada mereka, manusia tidak akan pernah dapat melakukan lompatan besar ke ruang angkasa sebagaimana yang telah dilakukannya. Pernyataan ini sama-sekali tak berdasar.
Monyet yang dikirim ke ruang angkasa tidak “berhasil” melakukan apapun. Roket dimana mereka diletakkan diatur dari bumi, dan monyet-monyet ini hanya diikat kuat-kuat di ruang pesawat dan digunakan sebagai bahan penelitian. Lebih jauh lagi, jika kita diijinkan mengukur kepahlawanan pada hewan-hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ruang angkasa, maka tikus dan anjing harus juga disertakan, kaena hewan-hewan ini juga digunakan dalam pesawat yang dikirim ke ruang angkasa.
Juga dinyatakan dalam My Favorite Monkey bahwa kera telah banyak digunakan manusia dalam bidang kedokteran. Kita diberi tahu bagaimana, hasil dari penelitian mengenai rhesus monyet, uji Rh telah berkembang. Meskipun begitu, jelas sekali bahwa penggunaan hewan dalam penelitian kedokteran tidak membuat mereka kerabat manusia, sebagaimana penggunaan bakteri dalam pengembangan antibiotik juga tidak membuat mereka kerabat manusia.
Dalam dokumenter yang sama, sebuah perbandingan dibuat antara cara monyet saling merawat diri mereka untuk mengatasi kutu dan parasit dengan cara manusia pergi ke penata rambut, dan ditimbulkan kesan bahwa pergi ke penata rambut merupakan tingkah laku social yang sebanding dengan mencari kutu.
Klaim ini mewakili salah satu “contoh jelas” cara khayalan Darwinis Televisi National Geographic tidak tahu batas. Mungkin dalam program-program selanjutnya khayalan kreatif semacam ini dapat digunakan dalam spekulasi mengenai asal mula kebiasaan manusia pergi ke bioskop dengan menunjukkan dua kelompok kera, salah satu menonton kelompok yang lain bermain. Tentu saja, jika rayap tidak ditemukan dengan kemampuan mereka membuat bangunan dan tidak disebut sebagai nenek moyang terdekat manusia!
Macaque yang melompat ke atas jet ski, atau duduk dan makan di rumah makan bersama pemilik mereka tidak membuat mereka kerabat manusia. Jelas sekali bahwa tingkah laku ini tidak berakar dari tatacara dan kebiasaan kera. Tingkah laku ini merupakan hasil dari pelatihan dengan hukuman dan hadiah, dan tidak memiliki kelebihan apapun dibandingkan dengan pertunjukan sirkus. Tentu saja anjing, burung dan lumba-lumba juga digunakan dalam pertunjukan-pertunjukan ini dan menunjukkan kemampuan yang mengagumkan. Teve National Geograpic menggunakan dan menyimpangkan gambaran tentang monyet untuk menanamkan dalam pandangan masyarakat pendapat yang digembar-gemborkan evolusi bahwa monyet adalah kerabat terdekat manusia.

Kesimpulan

Dokumenter-dokumenter ini disiarkan di Teve National Geographic sekali lagi menunjukkan bahwa saluran ini adalah pendukung Darwinisme yang buta dan dogmatis. Klaim yang diajukan mengenai tingkah laku dan kecerdasan hewan sama sekali tidak menunjukkan pernyataan ilmiah sedikitpun. Saluran ini, yang menyatakan bahwa kera yang dikirim ke ruang angkasa sebagai pahlawan dan mencoba membangun hubungan evolusi antara monyet yang saling merawat tubuhnya dengan manusia yang pergi ke salon, mencoba untuk menutupi klaim dengan berkedok ilmiah yang akan menjadi bahan tertawaan, bahkan oleh anak-anak. Kami mengusulkan apabila saluran ini ingin membela teori evolusi, mereka seharusnya mencoba mencari argumen yang lebih masuk akal untuk melakukannya.

KISAH BOHONG DARI SALURANNATIONAL GEOGRAPHIC

KISAH BOHONG DARI SALURANNATIONAL GEOGRAPHIC

Dokumenter Humans: Who Are We? (Manusia: Siapakah Kita?), salah satu dokumenter yang disiarkan oleh Saluran National Geographic (NGC), berisi skenario mitos evolusi yang paling terkenal. Kesalahan dan penipuan ilmiah dalam dokumenter ini dijelaskan sebagai berikut.

Pertentangan NGC dan Pandangan Lamarck Tentang Evolusi

Dalam dokumenter di NGC, mula-mula terdapat pengantar dari antropolog Ian Tattersall. Diantara pernyataan awalnya adalah pendapat, "Human evolution did not happen as the result of needs, it was entirely coincidental." (“Evolusi manusia tidak terjadi arena kebutuhan, melainkan benar-benar kebetulan”) Namun kebutuhan yang mungkin telah menyebabkan manusia-kera berevolusi menjadi manusia kemudian digambarkan berulang kali dalam menit-menit penayangan selanjutnya. Inilah salah satu kontradiksi yang paling jelas dalam keseluruhan acara.
Sebenarnya, kontradiksi seperti ini dialami oleh banyak evolusionis, bukan hanya NGC atau Ian Tattersall. Untuk menjelaskan lebih lanjut akan hal ini. Mari kita simpulkan perbedaan antara konsep “evolusi sebagai akibat kebutuhan” dan “evolusi sepenuhnya sebagai hasil sebuah kebetulan” (meskipun keduanya nyata-nyata dongeng tidak ilmiah).
Sebelum Darwin, figur penting lain mengajukan model evolusi dalam subyek tentang asal-usul makhluk hidup: ahli biologi Perancis Jean-Baptiste Lamarck. Pendapat Lamarck agak berbeda dengan pandangan evolusionis masa kini. Dalam pandangannya, keharusan atau kebutuhan mempengaruhi organ-organ hewan itu sendiri. Mari kita lihat ilustrasi pendapat Lamarck dengan contoh leher jerapah. Menurut teorinya, leher jerapah pertama sama panjangnya dengan leher kijang atau rusa. Namun, jerapah yang mengalami kekurangan makanan berusaha mencapai sumber makanan yang lebih banyak di pohon-pohon yang lebih tinggi. Suatu kebutuhan telah muncul. Sebagai akibatnya, leher jerapah yang ingin mencapai puncak-puncak pohon tumbuh lebih panjang.
Lamarckisme mendasarkan pendapatnya pada “penurunan sifat bawaan”. Dengan kata lain, jerapah yang mencoba mencapai pohon-pohon yang tinggi selama hidupnya seharusnya dapat menurunkan sifat ini kepada keturunannya. Namun, dengan penemuan hukum genetika, dapat dilihat bahwa sifat yang didapat tidak dapat diturunkan sama sekali.
Sebagai akibatnya, Lamarckisme telah dianggap tidak sesuai secara ilmiah di awal abad keduapuluh. Namun evolusionis terus mengajukan pandangan-pandangan Lamarck dari waktu ke waktu. Di satu fihak ketika terjadi kritik pedas terhadap Lamarck, skenario mereka mengenai asal-usul kehidupan masih menunjukan tanda-tanda kekuatannya. Mitos tentang kaki depan yang bebas untuk membuat perlengkapan, membuat manusia menjadi makhluk bipedal (berjalan dengan dua kaki), pendapat bahwa manusia Neanderthal berevolusi agar dapat hidup di iklim dingin, sebagaimana diajukan oleh NGC, dan bahwaAustralopithecus berevolusi agar beradaptasi dengan lingkungannya saat hutan lebat mulai menipis –semuanya berpegang pada asumsi bahwa evolusi terjadi karena kebutuhan.
Alasan mengapa pendkung evolusi menggunakan istilah-istilah paham Lamarck di satu sisi, sementara di sisi lain mengkritik pendapatnya habis-habisan, adalah: Menurut teori evolusi, agar seekor monyet dapat berdiri di atas kedua kakinya, misalnya, ia harus mengalami mutasi yang akan menyebabkan perubahan sensitif pada kerangkanya, dan lebih jauh lagi tidak akan menyebabkan kerusakan apapun. Hal ini dalam skenario apapun tidak mungkin terjadi. Membutuhkan mutasi kebetulan yang terjadi pada waktu yang tepat saat makhluk hidup tersebut sedang membutuhkannya, dan ini harus terjadi berulangkali lagi pada anggota spesies yang sama, sehingga menyebabkan perkembangan sedikit demi sedikit setiap kali. Ketidakmungkinan skenario ini hanya mempertegas hal-hal tidak masuk masuk akal dari seluruh konsep evolusi.
Di muka umum evolusionis menolak untuk mengatakan bahwa “ada evolusi yang terjadi karena kebutuhan”, namun dibawahnya, mereka sebenarnya mendukung pendapat ini.

Australopithecus Adalah Spesies Kera, dan Tidak Bipedal

Menurut NGC, spesies yang dikenal sebagai Australopithecus adalah nenek moyang manusia pertama yang berjalan tegak. Namun klaim ini tidak benar. Seluruh spesies Australopithecus adalah kera yang punah yang mirip dengan kera saat ini. Kapasitas tengkoraknya sama atau lebih kecil dari simpanse yang ada saat ini. Terdapat bagian yang menonjol pada bagian tangan dan kakinya yang digunakan untuk memanjat pohon, seperti halnya simpanse-simpanse sekarang, dan bentuk kakinya berguna untuk menggenggam ranting. Spesimen Australopithecus bertubuh pendek (maksimal 130 cm) dan, sebagaimana halnya kera masa kini, jantannya jauh lebih besar daripada betinanya. Banyak sifat-sifat lain—seperti detil tengkoraknya, kedekatan letak matanya, gigi gerahamnya yang tajam, bentuk rahangnya, lengan-lengannya yang panjang, dan tungkai-tungkainya yang pendek—menjadi bukti bahwa makhluk-makhluk tersebut tidak berbeda dengan kera yang ada saat kini.
Pendapat NGC bahwa Australopithecus berjalan tegak adalah pandangan yang dipegang oleh palaeontolog seperti Richard Leakey dan Donald C. Johanson selama puluhan tahun. Namun banyak ilmuwan yang telah melakukan sejumlah besar penelitian tentang bentuk kerangka Australopithecus telah membuktikan tidak validnya pendapat ini. Penelitian besar-besaran yang dilakukan pada berbagai spesimen Australopithecus oleh dua ahli anatomi tingkat dunia dari Inggris dan Amerika, Lord Solly Zuckerman dan Prof. Charles Oxnard, menunjukkan bahwa makhluk-makhluk tersebut tidak berjalan tegak seperti cara manusia, dan bergerak sebagaimana halnya kera modern. Setelah mempelajari tulang-belulang fosil-fosil ini selama 15 tahun dengan biaya dari pemerintah Inggris, Lord Zuckerman dan kelompoknya yang terdiri dari lima spesialis mencapai kesimpulan bahwa Australopithecus hanyalah spesies kera biasa, dan sama sekali tidak berjalan dengan dua kaki—meskipun Zuckerman sendiri adalah seorang evolusionis. 1 Bersamaan dengan itu, Charles E. Oxnard, yang juga seorang ahli anatomi evolusionis terkenal dalam penelitiannya dalam masalah ini, juga menyatakan kemiripan antara Australopithecusdengan orang utan masa kini. 2
Mungkin penelitian terpenting yang menunjukkan bahwa Australopithecus tidak mungkin bipedal muncul di tahun 1994 dari seorang ahli peneliti anatomi Fred Spoor dan kelompoknya di Universitas Liverpool, Inggris. Kelompok ini melakukan penelitian mengenai bagian dalam telinga spesimen fosilAustralopithecus. Di bagian dalam telinga manusia dan makhluk hidup tingkat tinggi lainnya, ada organ bernama "koklea" yang menentukan posisi tubuh dari tanah. Fungsi organ ini, yang mengatur keseimbangan manusia, sama dengan "gyroscope," yang mengatur ketinggian terbang pesawat. Fred Spoor menyelidiki mekanisme keseimbangan tak sadar yang ditemukannya dalam organ berbentuk seperti “rumah siput” ini, dan penemuannya sampai kesimpulan bahwa Australopithecus quadrupedal (berjalan dengan empat kaki).3
Ini berarti Australopithecus adalah spesies kera yang punah dan tidak ada hubungannya dengan manusia.
Bahwa Australopithecus tidak dapat diterima sebagai nenek moyang manusia baru-baru ini telah diterima oleh sumber-sumber evolusionis. Majalah ilmiah populer terkenal Perancis, Science et Vie, menjadikannya sebagai tema sampul edisi May 1999. Dengan judul utama "Adieu Lucy" ("Selamat tinggal, Lucy"—Lucy adalah contoh fosil terpenting dari spesies Australopithecus afarensis), majalah ini melaporkan bahwa kera dengan spesies Australopithecus harus dihapus dari pohon kekerabatan manusia. Dalam tulisan ini, berdasarkan penemuan fosil Australopithecus lain yang dikenal dengan sebutan St W573, kalimat berikut ini muncul:
Teori baru menyatakan bahwa genus Australopithecus bukanlah akar ras manusia… Hasil ini dicapai oleh satu-satunya wanita yang diberi wewenang meneliti St W573 berbeda dengan teori biasa mengenai nenek moyang manusia: ini meruntuhkan pohon kekerabatan hominidae. Primata besar, yang dianggap sebagai nenek moyang manusia, telah dihapus dari kesejajaran dalam pohon kekerabatan ini … Australopithecus dan Homo (manusia) tidak muncul pada cabang yang sama. Nenek moyang langsung manusia masih menunggu untuk ditemukan.4
Penemuan penting lainnya mengenai Australopithecus adalah saat disadari bahwa lengan makhluk ini digunakan untuk berjalan, seperti kera yang ada saat ini. Kera mengunakan cara berjalan empat kaki dimana ia bersandar pada buku-buku jarinya. Ini dikenal sebagai “berjalan dengan buku-buku”(knuckle-walking) dan merupakan perbedaan utama antara kera dan manusia. Penelitian kerangka dilakukan di tahun 2000 pada Lucy oleh dua orang ilmuwan evolusionis bernama B.G. Richmond dan D.S. Strait, menghasilkan kesimpulan yang mencengangkan kedua evolusionis: tangan Lucy memiliki struktur “berjalan dengan buku-buku jari” hewan empat kaki, sebagaimana halnya kera dewasa yang ada saat ini. Komentar Strait dalam wawancara mengenai penemuan ini, yang isinya diliput secara detil dalam jurnal Nature, mengejutkan: “Aku berjalan ke arah lemari, mengeluarkan Lucy dan—abrakadabra!—dia memiliki morfologi yang biasa dimiliki makhluk yang berjalan dengan buku-buku jarinya."5

Homo erectus Adalah Ras Manusia, Bukan Manusia Kera

Dalam dokumenter NGC Homo erectus digambarkan sebagai setengah kera, setangah manusia yang berjalan tegak dan mencoba berbicara dengan mengeluarkan bunyi-bunyi aneh. Meskipun demikian, kenyataannya adalah Homo erectus adalah ras manusia, tanpa sifat kera sama sekali.
Tidak ada perbedaan antara kerangka Homo erectus dan manusia modern. Alasan utama bagi kaum evolusionis menyatakan bahwa Homo erectus “primitif” adalah kapasitas tengkoraknya (900-1,100 cc), yang berarti lebih kecil daripada manusia modern, dan alis matanya yang tebal menonjol. Namun, banyak manusia yang hidup di masa kini yang meiliki kapasitas tengkorak yang sama dengan Homo erectus (suku pigmi, misalnya) dan ras-ras yang memiliki alis mata menonjol (misalnya suku asli Australia).
Merupakan sebuah kenyataan yang telah disepakati bersama bahwa perbedaan kapasitas tengkorak tidak menunjukan perbedaan tingkat kecerdasan atau kemampuan. Kecerdasan bergantung pada susunan dalam otak, bukan volumenya.6
Fosil-fosil yang yang telah membuat Homo erectus menjadi terkenal di seluruh dunia adalah manusia Peking dan manusia Jawa di Asia. Meskipun demikian, pada saat yang bersamaan disadari bahwa kedua fosil ini tidak dapat dipercaya. Manusia Peking terdiri dari sejumlah bagian yang terbuat dari gips (plaster) yang bentuk aslinya telah hilang, dan manusia Jawa “dibentuk” dari potongan-potongan tengkorak dan tulang pinggul (pelvis) yang ditemukan terpisah dalam jarak beberapa meter tanpa ada bukti yang memastikan keduanya berasal dari makhluk yang sama. Inilah mengapa fosil Homo erectus yang ditemukan di Afrika menjadi semakin penting.
Spsimes Homo erectus yang paling terkenal yang ditemukan di Afrika adalah fosil “Anak Laki-laki Turkana” (“Turkana Boy”), yang ditemukan dekat Danau Turkana di Kenya. Dipastikan bahwa fosil itu berasal dari anak laki-laki berusia 12 tahun, yang tingginya akan mencapai 1,83 meter saat dewasa. Struktur kerangka fosil yang tegak tidak berbeda dengan manusia modern. Seorang palaeoantropolog Amerika, Alan Walker, mengatakan bahwa dia tidak yakin bahwa “seorang ahli patologi biasa dapat menunjukkan perbedaan antara kerangka fosil dan manusia modern”. Mengenai tengkoraknya, Walker menulis bahwa dia tertawa ketika melihatnya karena “terlihat sangat mirip dengan seorang Neanderthal."7 Karena Neanderthals adalah ras manusia modern, Homo erectus juga merupakan ras manusia modern.
Bahkan evolusionis Richard Leakey mengatakan bahwa perbedaan antara Homo erectus dengan manusia modern tidak lebih dari variasi ras:
Orang akan dapat melihat perbedaan dalam bentuk tengkorak, tonjolan wajah, bentuk alisnya yang kaku dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan ini mungkin tidak sejelas yang kita lihat sekarang diantara ras-ras manusia modern yang terpisah secara geografis. Fariasi biologis seperti ini muncul saat masyarakat terpisah dengan masyarakat lain secara geografis untuk jangka waktu yang lama.8
Professor William Laughlin dari Universitas Connecticut melakukan pemeriksaan anatomis menyeluruh pada suku Inuit dan masyarakat yang tinggal di kepulauan Aleutia, dan menemukan bahwa orang-orang ini sangat mirip dengan Homo erectus. Laughlin sampai pada kesimpulan bahwa ras-ras yang berbeda ini merupakan bagian dari ras Homo sapiens (manusia modern):
Saat kita memperhatikan perbedaan-perbedaan besar yang ada pada kelompok-kelompok terpencil seperti bangsa Eskimo dan Bushmen, yang diketahui sebagai anggota spesies yang sama Homo sapiens, sepertinya dapat disimpulkan bahwa Sinanthropus [sebuah spesimen erectus] termasuk anggota spesies yang beraneka ragam tersebut.9
Terdapat perbedaan yang amat besar antara Homo erectus, sebuah ras manusia, dengan kera, sebagai pendahulu Homo erectus dalam skenario "evolusi manusia" (AustralopithecusHomo Habilis, dan Homo rudolfensis). Ini berarti manusia pertama di catatan fosil muncul secara tiba-tiba tanpa sejarah evolusioner.

Dongeng NGC Cocok Sebagai Acara Pengantar Tidur

Para ilmuwan yang menyatakan pandangan mereka di NGC mengatakan pada penonton cerita-cerita berdasarkan khayalan mereka, bukan penemuan ilmiah. Hampir seluruh dokumenter ini terdiri dari kisah-kisah semacam itu. Contoh yang paling menonjol muncul dalam bagian menganai kemampuan berbicara Homo erectus. Orang yang menyandang gelar ilmuwan menyampaikan pandangan-pandangan mereka, dengan penuh keseriusan, mengenai apa yang dibicarakan diaantara anggota spesies Homo erectus. Menurut seorang antrhopolog Dr. Steven Mithen, ketika Homo erectus berbicara, mereka sedang menggosip! Seorang ilmuwan evolusionis lain mengatakan bahwa mereka sedang berbicara mengenai menghidangkan makanan, bukan menggosip!
Ini bukan akhir cerita yang ditampilkan NGC. Para ilmuwan ini, entah bagaimana, juga mengetahui banyak hal lain, misalnya apa yang dipikirkan oleh seorang manusia kera yang berpindah tempat, dan pikiran-pikiran yang dimiliki yang lainnya. Yang aneh lagi adalah, latihan mental Darwin ini, meskipun tidak berdasar ilmiah, dianggap sebagai kenyataan ilmiah.

Propaganda Visual Evolusionis dari NGC

Sepanjang dokumenter di NGC ini, gambar makhluk-makhluk setengah kera setengah manusia yang berburu di padang savana Africa, makan dan berpindah tempat dipertunjukkan. Orang yang menganggap NGC sebagai institusi ilmiah akan tertipu mengira makhluk-makhluk ini memiliki bukti ilmiah. Meskipun demikian, kenyataannya adalah seperti halnya informasi yang diberikan, gambar-gambar tersebut telah disiapkan hanya berdasarkan khayalan evolusionis dan kemampuan para artis dari berbagai kalangan.
Rekonstruksi merupakan salah satu alat propaganda evolusionis yang terpenting. Model manusia-kera dan gambar-gambar yang terlihat dalam dokumenter-dokumenter seperti ini, serta dalam majalah dan koran evolusionis disebut rekonstruksi. Ini benar-benar tidak ilmiah, dan sama sekali tidak menampilkan kebenaran, karena tidak mungkin mendapat informasi apapun mengenai jaringan lunak berdasarkan temuan fosil. Rekonstruksi menggunakan tulang hanya dapat mengupas sifat-sifat makhluk yang secara umum, karena pembentuk morfologi khusus hewan apapun adalah jaringan lunak, yang cepat hancur setelah mati. Oleh karena itu, karena penafsiran jaringan lunak yang sangat penuh spekulasi, gambaran hasil atau model hasil rekonstruksi menjadi sangat tergantung pada khayalan orang yang membuatnya. Earnst A. Hooten dari Universitas Harvard menjelaskannya sebagai berikut:
Rekonstruksi bagian-bagian lunak adalah pekerjaan yang lebih beresiko. Bibir, mata, telinga, dan ujung hidung tidak ada yang tertinggal pada tulang dibawahnya. Anda dengan fasilitas yang sama dapat membubuhkan model raut wajah seekor simpanse pada tengkorak Neanderthaloid atau garis wajah seorang ahli filsafat. Rekonstruksitanpa dasar ini memiliki sangat sedikit nilai ilmiah dan kemungkinan hanya menyesatkan masyarakat… maka jangan pernah mempercayai rekonstruksi.10
Dalam dokumenter NGC, semua detil, seperti rambut, mata, bibir, ekspresi mata, dan bentuk alis makhluk hidup, dapat dilihat. Kenyataannya, karena eevolusionis telah terperangkap dalam khayalan evolusi mereka sehingga memperdebatkan apa yang mungkin dibicarakan oleh makhluk-makhluk khayalan tersebut, tidak mengherankan jika mereka kemudian memunculkan model dan gambar-gambar makhluk tersebut. Meskipun demikian, ini tidak ilmiah. Ini hanya merupakan bagian dari film fiksi ilmiah. Evolusionis tidak bertindak layaknya ilmuwan. Seperti ahli nujum yang meramal, mereka membuat scenario tentang masa lalu dan yang akan datang tanpa bukti apapun yang mendasarinya.

Kesimpulan

Dalam dokumenter NGC, yang menggambarkan evolusi manusia, tidak memberikan bukti-bukti ilmiah tapi hanya menyajikan detail-detail yang tak pernah diketahui, adalah sama sekali tidak memiliki nilai ilmiah. Satu-satunya tempat bagi penayangan dokumenter semacam ini adalah sebuah film fiksi ilmiah atau khayalan sutradara mengenai sejarah manusia. Cara NGC menyiarkan skenario-skenario, yang bahkan tidak dapat membuat anak-anak yakin dengan berkedok ilmiah dan berlindung dibalik kridibilitas institusi tersebut.

KHAYALAN TENTANG BURUNG DINO DI DISCOVERY CHANNEL

KHAYALAN TENTANG BURUNG DINO DI DISCOVERY CHANNEL

Sebuah documenter tentang dinosaurus ditayangkan di Saluran Discovery pada bulan Januari 2003. Sebagian besar film ini khusus membicarakan cara hidup dinosaurus. Berbagai fosil dinosaurus ditunjukkan, dan spekulasi berlanjut mengenai kebiasaan makan mereka dan apakah mereka karnivora. Dengan adanya pencerahan dari penemuan fosil besar-besaran, terutama di benua Asia dan Amerika, program ini mencoba mereka rute migrasi yang mungkin dilalui makhluk-makhluk raksasa ini.
10 menit terakhir film ini berisi pendahuluan tentang “dinosaurus berbulu”, yang sangat sering digunakan dalam propaganda dinosaurus. Mereka berkeras bahwa bulu-bulu telah ditemukan pada salah satu fosil yang disebut Caudipteryx, dan fosil ini katanya mewakili bentuk peralihan dalam evolusi burung.
Pernyataan yang dibuat oleh Discovery Channel mengenai fosil tidak pernah ada. Teori burung dino, yang berdasarkan dua fosil, luntur dengan adanya fakta-fakta ilmiah. Pertimbangan yang lebih luas tentang penemuan ilmiah yang benar-benar meruntuhkan teori burung dino dapat ditemukan di situs web kami www.darwinismrefuted.com.
Fosil pertama dari kedua fosil, yang ditayangkan dalam film ini adalah Sinosauropteryx. Ketika fosil ini pertama ditemukan tahun 1996, dinyatakan bahwa ia memiliki struktur yang mirip dengan bulu. Namun, analisa mendetil selanjutnya pada tahun 1997 menunjukkan bahwa struktur ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan bulu. Maka, evolusionis kemudian meninggalkan pernyataan mereka bahwa makhluk ini berbulu.
Spesies kedua yang dinyatakan berbulu dalam dokumenter ini adalah Caudipteryx. Evolutionis tidak pernah menyampaikan bahawa Caudipteryx tidak memiliki kemampuan terbang. Makhluk ini memiliki lengan pendek dan kaki panjang, serta memiliki anatomi yang jauh lebih cocok untuk berlari. Bentuk utama yang menyebabkan tidak validnya pendapat bahwa Caudipteryx mungkin merupakan nenek moyang burung adalah usianya. Caudipteryx, yang berusaha digambarkan Phil Currie sebagai spesies transisi, usianya sekitar 120 juta tahun. Archaeopteryx, burung tertua yang diketahui, 30 juta tahun lebih tua daripada itu. Burung Archaeopteryx yang 150 juta tahun lebih tua merupakan bukti nyata bahwa Caudipteryx bukanlah spesies peralihan. Archaeopteryxhidup lama sebelum Caudipteryx dan dapat terbang dengan sempurna seperti halnya burung modern.
Teori burung dino sebenarnya berisi alat propaganda yang agak dangkal, sehingga bahkan sejumlah ilmuwan evolusionis menolaknya. Dalam tulisan di New Scientist, ornitholog Alan Feduccia menunjukkan perbedaan anatomis antara burung dan dinosaurus dan menyatakan bahwa dari sudut pandang pelaeontolog, teori ini memalukan:
Memang, saya telah mempelajari tengkorak burung selama 25 tahun dan saya tidak melihat persamaan apapun. Saya sama sekali tidak melihatnya… Menurut saya, jika Theropoda [dinosaurus yang berjalan dengan dua kaki dan pemakan daging] dianggap sebagai asal muasal burung, maka akan menjadi peristiwa paling memalukan bagi palaeontolgi abad 20. 1
Seorang ornitholog lainnya, Larry Martin, memberikan komentar berikut dalam tulisan yang sama:
Sejujurnya, jika saya harus mendukung bahwa asal usul burung dari dinosaurus, dengan karakter-karakter tersebut, saya akan sangat malu setiap kali harus berdiri dan berbicara mengenainya.2
Asal mula burung adalah dari burung. Sama sekali tidak masuk akal jika dinosaurus atau hewan darat lain tiba-tiba memiliki kemampuan terbang sebagai hasil mutasi bertahap. Ini disebabkan karena tubuh burung dirancang khusus untuk terbang. Saat seseorang meneliti sayap, bulu, paru-paru dan struktur burung lainnya, maka ia akan menemukan ciri-ciri khusus untuk terbang yang tidak ditemukan pada hewan darat manapun. Ciri yang paling penting adalah bentuknya yang tidak mungkin dikurangi. Sayap, paru-paru dan bulu harus ada dalam bentuk lengkap agar dapat terbang. Seorang evolusionis Turki, Engin Konur mengatakan:
Kesamaan sifat antara mata dan sayap adalah keduanya hanya dapat berfungsi jika bentuknya sempurna. Dengan kata lain, mata yang baru setengah terbentuk tidak akan dapat melihat; burung dengan sayap setengah terbentuk tidak dapat terbang. Bagaimana organ-organ ini dapat muncul masih menjadi misteri alam yang harus diselesaikan.3

Kesimpulan

Dengan adanya penemuan-penemuan ilmiah, teori bahwa burung berevolusi dari dinosaurus, sebagaimana ditayangkan oleh Discovery Channel tidak valid. Sumber-sumber evolusionis seperti Discovery Channel menutup telinga mereka dari kenyataan-kenyataan ilmiah dan terus menganggap potongan-potongan fiksi mengaumkan ini sebagai teori ilmiah. Kami telah meminta Discovery Channel untuk meninggalkan kebohongan yang digambarkan oleh ornitholog terkenal Larry Martin sebagai sesuatu yang “memalukan” dan memandang burung dan dinosaurus sebagai spesies terpisah

KESALAHAN TENTANG KECERDASAN MANUSIA DARI DISCOVERY CHANNEL

KESALAHAN TENTANG KECERDASAN MANUSIA DARI DISCOVERY CHANNEL

Dokumenter, Evolution: The Mind's Big Bang (Evolusi: Ledakan Dahsyat Pemikiran), yang ditayangkan di Discovery Channel, menampilkan sejumlah klaim Darwinis dalam hal kecerdasan dan kebudayaan manusia. Discovery Channel memberikan ruang yang sangat luas bagi pendukung fanatik ilmuwan-ilmuwan tanpa keji seperti Steven Pinker dan Richard Dawkins. Tulisan ini membahas pandangan-pandangan Darwinis dan menunjukkan penyimpangan-penyimpangan di baliknya.

Identitas Sosial Manusia Tidak Tumbuh dari Proses Evolusi

Pada awal dokumenter ini disampaikan tentang penemuan hiasan-hiasan dan kalung-kalung yang berasal dari 50.000 tahun yang lalu. Kemudian diberikan kesan seolah-olah saat itu terjadi apa yang disebut dengan nama ledakan evolusi kebudayan, dan berbagai perhisan itu diajukan untuk membuktikan hal ini. Barang-barang ini adalah milik ras manusia Cro Magnon. Disebutkan dalam Discovery Channel bahwa perhiasan-perhiasan ini diduga milik seoran wanita Cro Magnon yang sedang hamil dan telah digunakan untuk mengirim berita pada orang lain. Setelah menjelaskan bahwa tingkah laku ini merupakan tanda identitas sosial, dikatakan juga bahwa orang-orang ini menjalin hubungan kemasyarakatan yang tidak ada di alam.
Klaim tentang perhiasan-perhiasan ini berubah-ubah, karena perhiasan ini bukanlah indikasi identitas sosial yang “tidak tergantikan”. Identitas sosial yang ditunjukkan dengan perhiasan-perhiasan ini biasa saja telah ditunjukkan oleh orang-orang yang hidup lebih awal dalam bentuk lain, atau bahkan dengan cara lain yang tidak menggunakan barang sama sekali (dengan isyarat, misalnya). Maka, pendapat bahwa kita dapat melihat sebuah perhiasan dan menarik kesimpulan bahwa identitas sosial yang semula tidak ada terbentuk pada bersamaan dengan perhiasan itu, sama sekali tidak berdasar.

Manusia Neanderthal adalah Manusia yang Sesungguhnya

Sejumlah sifat anatomis dan budaya manusia Neanderthal disimpangkan oleh Discovery Channel. Penyimpangan ini bahkan dapat dilihat dalam penerjemahan kata Neanderthal. Manusia Neanderthal disebutkan dalam dokumenter sebagai “manusia primitif zaman batu”. Namun kenyataannya arti Neanderthal tidak seperti itu. Nama ras manusia ini berasal dari lembah Neander dekat kota Dusseldorf di Jerman (Manusia ini pertama kali ditemukan oleh seorang penambang yang bekerja dalam sebuah gua di lembah tersebut tahun 1856.)
Dalam dokumenter ini, manusia Neanderthal digambarkan memiliki tubuh kuat, dengan dahi miring dan sempit, yang kemudian diikuti dengan spekulasi mengenai kemampuan seninya. Kita diberitahu bahwa ia tidak meninggalkan gambar-gambar di gua di mana ia hidup, dan diperkirakan ia “tidak meninggalkan jejak kehidupan simbolisnya”. Acara ini kemudian mengatakan bahwa, di sisi lain, manusia modern menganggap seni sangat penting dan sangat mempedulikannya.
Apa yang muncul dari perbandingan anatomis dan artistic antara manusia modern dan Neanderthal ini bukanlah keunggulan evolusi. Kenyataan bahwa Neanderthal memiliki tubuh kuat dan dahi sempit tidak cukup untuk menunjukkan bahwa mereka spesies primitif. Misalnya, kita tidak berkesimpulan bahwa penduduk Eropa Utara lebih kasar dan lebih primitif daripada orang Cina atau pigmi yang lebih kecil. Ini disebabkan karena struktur tulang dan rangka bukanlah salah satu syarat untuk menilai tingkah laku dan kecerdasan.
Di sisi lain, jika sifat anatomis dianggap sebagai sebuah syarat, maka menurut logika evolusi, Neanderthal semestinya dianggap lebih cerdas daripada manusia modern, karena evolusionis mengukur kecerdasan manusia berdasarkan ukuran otak. Volume otak manusia Neanderthal sekitar 13% lebih besar daripada rekannya yang modern.
Tidak adanya gambar-gambar Neanderthal yang tertinggal saat ini juga bukan indikasi mereka primitif. Ada masyarakat-masyarakat modern yang hanya memiliki sedikit minat pada seni atau lukisan. Jika melihat pada tidak adanya kesenian yang mewakili mereka, yang dapat dikatakan hanyalah “mereka terbelakang dalam bidang seni”. Menggambarkan mereka sebagai spesies peralihan yang primitif hanya karena mereka tidak membuat gambar tidak lebih dari sebuah prasangka.
Kenyataan bahwa mereka tidak membuat gambar-gambar tidak cukup untuk menunjukkan bahwa mereka hanya memiliki sedikit minat seni. Sebuah seruling yang digali dari sebuah gua Neanderthal di Slovenia menunjukkan bahwa mereka memiliki kebudayaan musik. Seruling ini adalah alat musik tertua yang dikenal. Seruling yang terbuat dari tulang beruang ini dapat menghasilkan not karena adanya empat lubang yang dibuat khusus untuk itu. Tidak diragukan lagi bahwa membuat seruling dan menghasilkan nada hanya mungkin dilakukan dengan adanya konsep abstrak. Tidak ada alasan untuk tidak menganggap mereka yang memahami musik dan menghasilkan nada, juga menghibur diri dengan menari.
Selain itu, telah ditunjukkan juga bahwa Neanderthal merawat rekan mereka yang sakit dan terluka, dan memakamkan mereka dengan bunga. Ini menunjukkan bahwa mereka adalah makhluk social, yang memiliki konsep cinta dan kasih sayang. Mempertahankan pendapat bahwa Neanderthal primitif dan berada pada tingkat evolusi yang lebih rendah dari manusia modern, adalah tidak lebih dari prasangka Discovery Channel sendiri.

Kebingungan Tentang Materialisme Yang Disembunyikan oleh Steven Pinker

Discovery Channel juga melaporkan kesalahan-kesalahan tentang asal-usul tingkah laku manusia yang dilakukan oleh Steven Pinker, seorang psikolog dari Massachusetts Institute of Technology, seolah-olah itu benar. Pinker menyampaikan pendapat di bawah ini:
Pengendalian tingkah laku yang sesungguhnya berlangsung pada level sel-sel syaraf dan penghubung-penghubungnya, dan kita memiliki seratus milyar sel syaraf dan mungkin seratus trilyun penghubung. Mengagumkan sekali membayangkan bagaimana semuanya tersusun dalam kepala seorang bayi. Evolusi kita banyak terdiri dari bukan saja menambahkan, tetapi juga menghubungkannya dengan cara yang tepat untuk mendukung kecerdasan.1
Sebagaimana Pinker menjelaskan, struktur otak manusia sangat rumit. Bahkan dalam majalah ilmiah digambarkan sebagai “yang paling rumit di alam semesta”. Lebih jauh lagi, rancangan dan kemampuan pengolahan dalam otak manusia bahkan digunakan sebagai model bagi para ahli komputer. Dr. Kerry Bernstein, seorang teknokrat senior dari perusahaan terkemuka IBM, mengatakan dalam sebuah laporan interview berjudul "Brain Teaches Computers a Lesson" (“Otak Memberi Pelajaran Pada Komputer”) yang diterbitkan di MSNBC.com, bahwa ia menyelenggarakan konferensi tahuan berkala yang dihadiri oleh ahli-ahli neurology di kantor pusat IBM untuk memberikan informasi pada para insinyurnya mengenai rancangan otak manusia. Bernstein mengatakan bahwa pengoperasian otak tidak dapat ditiru sepenuhnya. Otak beroperasi pada kecepatan kurang lebih 12 kilohertz—sama dengan 12.000 putaran per detik—dan menggunakan sebagian energi yang dibutuhkan komputer, kata Bernstein. Ini membuat otak berkali lipat lebih efisien daripada komputer tercepat, katanya "alasannya adalah karena sesuatu yang tidak dapat kami lakukan dalam elektronik." Bernstein berkata. "yaitu notion of massive parallelism(gelombang parallelisme besar-besaran. [Paralellisme=pengiriman bit-bit data secara bersamaan ke jalur-jalur data/dataline yang berbeda–Chambers Science and Technology Dictionary -Pent.])." Artinya satu bit data dapat menyebar ke 100.000 neuron lainnya, katanya.2
Sebagaimana rancangan hebat ini, fungsi otak juga paling produktif. Martin S. Banks, seorang professor optometri dan psikologi di Universitas California Berkeley, mengatakan, "Otak itu efisien, yaitu tidak menghabiskan energi untuk menyimpan informasi yang tidak dibutuhkan dalam kehidupan."3
Sebagaimana kita ketahui, terdapat rancangan yang luar biasa pada susunan dan fungsi otak. Meskipun demikian, Pinker dan Darwinis lainnya, berpendapat bahwa keteraturan pada otak ini terjadi karena mutasi kebetulan. Mereka mengatakan bahwa atom-atom tanpa kemampuan berfikir membentuk rancangan luar biasa dalam otak manusia semata-mata akibat “proses evolusi” panjang yang terjadi secara kebetulan. Klaim ini tidak memiliki dasar ilmiah dan tidak beralasan. Penelitian genetika menunjukkan bahwa tidak pernah ada mutasi yang menambahkan informasi ke dalam gen, dan sekalipun terjadi ada efeknya, selalu merugikan bagi organisme itu. Tidak satu mutasi buatan pun yang dilakukan di laboratorium telah menghasilkan keuntungan bagi makhluk hidup. Embrio yang mengalami mutasi terlahir mati atau cacat. Jelas bahwa mutasi tidak akan pernah membawa “keteraturan” bagi otak. Hal ini sama tidak mungkinnya dangan mengubah kalkulator elektronis menjadi komputer canggih dengan cara memukulnya dengan palu.
Pernyataan bahwa tingkah laku berhubungan dengan sel-sel syaraf dan penghubung-penghubungnya adalah sebuah dogma. Keterlibatan neuron dalam tingkah laku telah disadari di otak, namun tidak ada penjelasan yang diberikan tentang aktivitas neuron yang berubah menjadi kesadaran, yang merupakan sumber segala tingkah laku, bagi otak.
Tingkah laku terdiri dari pilihan-pilihan tindakan yang diambil manusia untuk beradaptasi dengan lingkungannya atau untuk mengadaptasikan lingkungan dengan dirinya. Tingkah laku bergantung pada pengetahuannya, dengan kata lain kesadarannya, akan lingkungan. Namun, kesadaran merupakan salah satu kesulitan besar yang dihadapi materialisme, karena kesadaran tidak pernah dibuktikan dalam bentuk materi: tidak ada petunjuk yang pernah ditemukan di mana kesadaran berada dalam otak dan bagaimana ia muncul. Pertanyaan mengenai bagaimana kesadaran muncul pada manusia, yang merupakan sekumpulan sel, masih merupakan misteri bagi kaum materialis. Percobaan pengamatan otak dan teori-teori yang diajukan semua telah gagal menjelaskan tentang kesadaran. Colin McGinn, penulis buku The Problem of Consciousness (Masalah Kesadaran) mengakui kegagalan ini dalam pernyataannya:
Kami telah lama mencoba mengungkap masalah hubungan pikiran dan tubuh (mind-body problem). Tapi usaha keras kami belum berhasil. Misterinya masih tetap ada. Saya rasa waktu telah membuktikan bahwa kami tidak dapat membongkar misteri ini.4
Semuanya ini mengungkapkan bahwa tingkah laku tidak dibatasi oleh sel-sel otak. Steven Pinker sebenarnya sungguh-sungguh menyadari kesulitan yang ditimbulkan oleh kesadaran bagi materialisme. Dengan menggunakan hubungan antara sel-sel otak sebagai landasan tingkah laku, ia mencoba menutupi kesulitan yang dihadapi materialisme ini, bukan menawarkan penjelasan yang sesuai.

Tingkah Laku Yang Bertujuan Mempertahankan Posisi Sosial Bukan Bukti Evolusi

Menggunakan beberapa sisi tingkah laku simpanse sebagai model, Discovery Channel mencoba untuk menunjukkan hubungan mereka dengan manusia. Dokumenter ini menjelaskan bagaimana seekor simpanse mencoba berteman dengan simpanse lain dengan mempengaruhinya, bagaimana ia menyerang hewan lain yang mengganggu komunitasnya, sehingga menyampaikan pesan bahwa “musuh temanku adalah musuhku”. Namun, contoh ini merupakan perbandingan berdasarkan prasangka belaka; kesamaan antara kita dengan simpanse adalah, kita memahami arti komunikasi dan ini dapat membahayakan posisi sosial kita.
Kenyataan bahwa manusia dan simpanse menunjukkan persamaan tingkah laku tidak dapat diajukan sebagai bukti hubungan evolusi antara keduanya. Pertunjukan kekuatan seperti ini dapat juga dilihat pada hewan lain. Gajah misalnya, tidak membolehkan gajah lain measuki daerah yang menjadi wilayah kawanannya. Dan, gajah yang memenangkan pertarungan untuk menjadi pemimpin kawanan diakui sebagain pemimpin baru oleh anggota masyarakat lainnya. Dengan kata lain, sebagaimana halnya simpanse, banyak makhluk hidup lainnya yang dapat mengirim pesan ke anggota kawanan lain untuk mempertahankan posisi sosial mereka. Namun, kenyataan bahwa gajah seperti manusia, menganggap penting posisi sosial mereka, tentu saja tidak berarti keduanya memiliki hubungan evolusi.
Discovery Channel juga terlibat dengan propaganda Darwinis dengan menyatakan dalam narasi yang menyertai gambaran sekelompok simpanse, bahwa manusia berpisah dari simpanse sekitar 6 juta tahun yang lalu dan berevolusi sebagai cabang primata tersendiri. Namun, kenyataannya, sebagaimana halnya spesies lain di alam, manusia dan simpanse adalah makhluk yang benar-benar berbeda. Pernyataan bahwa mereka berpisah satu sama lain 6 jta tahun yang lalu melalui proses evolusi tidak memiliki dasar ilmiah, dan hanya merupakan asumsi Darwinis. Bukti ilmiah telah mengungkapkan bahwa pentingnya fosil yang diajukan sebagai bukti skenario ini telah diselewengkan. Fosil-fosil ini bukanlah spesies peralihan, namun peninggalan ras manusia yang telah punah atau spesies kera. (Untuk runtuhnya skenario evolusi manusia, lihat Harun Yahya, The Evolution Deceit, Taha Publishers, London, 2003.)

Prasangka Darwinis Discovery Channel Tentang Bahasa

Dokumenter ini juga berisi spekulasi mengenai asal-usul bahasa yang seluruhnya berdasar pada khayalan dan prasangka. Keuntungan sosial yang didapat manusia dari bahasa dilukiskan sebagai keuntungan individu dari proses evolusi. Pernyataan ini kemudian dibuat sehingga mereka yang secara sosial paling kuat mungkin telah dipilih dalam apa yang dikenal sebagai proses evolusi.
Discovery Channel tidak dapat menawarkan bukti ilmiah untuk pernyataan ini, dan memperlakukannya seperti sebuah dongeng. Mereka menggunakan kemampuan bicara manusia dan menempelkannya pada seleksi alam, sebuah gagasan klasik dalam inti teori evolusi. Tidak perlu diragukan lagi bahwa secara sepihak menempatkan serangkaian khayalan tanpa dasar ilmiah seolah-olah hal-hal tersbut merupakan fakta ilmah bukanlah sebuah pendekatan ilmiah.
Bahasa, yang memungkinkan manusia berpikir dan berkomunikasi satu sama lain dengan cara yang sempurna, adalah sebuah kemampuan menakjubkan yang hanya dimiliki manusia. Semua manusia memiliki kemampuan mempelajari bahasa sejak mereka lahir. Seorang bayi di manapun di dunia ini dapat mempelajari bahasa apapun yang digunakan di manapun di dunia.
Secara struktural, bahasa bergantung pada peraturn-peraturan tata bahasa dan penyusunan kalimat. Pernyataan yang terdiri dari dua atau tiga kata mungkin terlihat sebagai sesuatu yang agak sederhana. Namun, untuk menghasilkannya, seseorang harus melakukan berbagai proses yang sangat rumit dalam waktu yang sangat singkat. Konsep abstrak mengenai hal yang sedang dibicarakan dibawa ke otak, kata-kata yang tepat dipilih, dan kata-kata ini disusun dengan urutan yang benar. Kesemuanya ini harus terjadi supaya pemikiran aslinya dapat disampaikan ke orang lain.
Frank Guenther dari Universitas Boston University mengatakan, "Bicara adalah benar-benar sebuah gerakan motorik yang paling rumit yang dapat dilakukan."5 Guenther menyatakan bahwa dalam berbicara otak mengontrol lebih dari 100 otot di wajah, tenggorokan, dada dan abdomen, serta memastikan semuanya berlangsung secara spontan tanpa kita perlu berpikir. Guenther menggambarkan bagaimana kata-kata dengan lima suku kata, termasuk sebelas fonem, membutuhkan kurang dari sedetik untuk mengatakannya. Terlebih lagi, kita kita tidak perlu merisaukan otot yang mana yang menegang dan mengendor saat berbicara. Bicara adalah sebuah keajaiban.
Dalam mencari penjelasan Darwinis tentang asal-usul bahasa, Discovery Channel juga menjelaskan gosip secara seleksi alam. Setelah menyebutkan bahwa gossip merupakan duapertiga dari percakapan manusia, saluran ini mengatakan bahwa gossip adalah modal, dan orang pertama yang belajar melakukannya mendapat informasi yang dapat diperjualbelikan dengan yang lain, sehingga gossip adalah keuntungan evolusi.
Pendapat tentang gossip ini, tentu saja, sebenarnya tidak lebih dari sebuah khayalan. Selain itu, juga tidak sesuai, karena gossip bukan modal. Jika ya, maka mereka yang menggosip saat ini akan menjadi orang-orang yang paling dihormati di masyarakat.

Penyimpangan Richard Dawkins

Discovery Channel juga memberikan waktu untuk klaim-klaim yang dilakukan Richard Dawkins, seorang Darwinis atheis yang belum bertaubat, yang juga seorang ahli zologi Universitas Oxford. Dawkins menganggap semua bentuk tingkah laku berbudaya (gagasan, isyarat, dll.) termasuk di dalam "meme." Menggambarkan meme sebagai gagasan yang diturunkan dari seseorang yang meniru orang lain, dan menyatakan bahwa dengan cara yang sama gen-gen mengkopi DNA dan menurunkannya dari seseorang ke orang lain, meme yang terdiri dari pikiran dan bentuk perbuatan juga dikopi dan diteruskan dari satu orang ke orang lain. Gagasannya adalah, bahwa persaingan antara gen telah membentuk evolusi biologis, maka persaingan antar meme membentuk pemikiran dan kebudayaan. Dawkins kemudian mengemukakan bahwa meme—contohnya menirukan atau asimilasi—adalah gaya pendorong di balik evolusi manusia.
Gagasan yang digambarkan Dawkins dengan konsep meme tentu saja dapat berubah dan berkembang. Misalnya, gagasan dapat didiskusikan dan gagasan-gagasan lain dapat dimasukan. Oleh karena perkembangan kebudayaan itu dapat terjadi. Tambahan lagi, tingkah laku manusia dan tingkah laku manusia lain dapat ditiru. Sampai titik ini, tidak ada yang salah dengan pendapat Dawkins. Kesalahannya adalah menganggap ini merupakan bukti evolusi manusia. Menirukan berhubungan dengan pemikiran abstrak. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang memiliki kemampuan berpikir, dan menyampaikan, meniru serta mengembangkan gagasan. Menirukan tidak dapat digunakan untuk menghubungkan antara manusia—yang mampu menghasilkan karya seni, mengembangkan teori ilmiah, dan merancang serta mendebat rezim politik—dengan hewan yang sama sekali tidak meiliki kemampuan berpikir abstrak. Alih-alih memikirkan dan menjelaskan sifat istimewa manusia, Dawkins seharusnya menjelaskan bagaimana pemikiran abstrak dapat muncul saat transisi dari hewan ke manusia. Apa yang tidak dapat dijelaskan evolusionis adalah: Bagaimana seekor hewan yang tidak dapat berpikir dan tidak dapat menghubungkan dirinya dengan lingkungannya dapat berubah menjadi manusia yang dapat berbicara dan berpikir serta memiliki kemampuan berpikir dan kecerdasan yang tinggi? Dengan mekanisme evolusi bagaimana perbedaan mental ini dapat dijembatani?
Tentunya, baik Dawkins maupun evolutionis lain tidak meiliki jawaban yang sesuai atas pertanyaan-pertanyaan ini. Karena tidak mungkin menjelaskan pemikiran abstrak dengan mengambil pendekatan materialis, sebagaimana diakui Colin McGinn.
Dawkins sama sekali tidak memiliki bukti bagaimana evolusi dapat menjembatani perbedaan ini, dan pendapatnya benar-benar sebuah khayalan.
"Jika peninggalan budaya bereplikasi sendiri, sebagaimana halnya molekul-molekul DNA, maka teori baru Darwinisme akan muncul"
Tidak ada komentar selanjutnya setelah Discovery Channel mengemukakan gagasan ini. Namun, apakah akumulasi kebudayaan itu dan bagaimana kebudayaan manusia dapat muncul dari replikasi akumulasi ini, harus dijelaskan. Karena itu, pernyataan yang dangkal ini tidak berarti sama sekali di tingkat ilmiah.
Akhirnya, pendapat bahwa terdapat persaingan antar gen dan bahwa persaingan ini membentuk evolusi biologis tidak berlaku dengan adanya mutasi kebetulan. Seperti semua evolusionis, Dawkins telah mengangkat gagasan dogmatis bahwa sejumlah besar informasi yang tersimpan dalam DNA muncul secara kebetulan. Penelitian genetika telah menunjukkan bahwa tidak mungkin mutasi kebetulan dapat menambahkan informsi ke dalam DNA suatu spesies dan merubahnya menjadi spesies lain. Anda dapat membaca mengenai bukti-bukti ilmiah bagaimana mutasi—benteng genetis evolusi—sebenarnya menimbulkan kebingungan dalam teori ini di www.darwinismrefuted.com berdasarkan hasil karya Harun Yahya.

Kesimpulan: Asal Usul Kemampuan Berpikir Manusia Adalah Penciptaan, Bukan Ledakan Dahsyat Evolusi

Manusia sangat tinggi kedudukannya dibandingkan makhluk hidup lainnya. Peradaban yang dibuat manusia menyingkapkan pengetahuan yang luar biasa. Filsafat, kedokteran, universitas, ilmu, teknologi, politik, seni … semua berasal dari kesadaran. Kesadaran, bahasa, dan percakapan adalah konsep yang tidak dapat dijelaskan dengan materialisme. Manusia tdak memiliki hubungan fisik maupun psikologi dengan simpanse. Tidak mungkin menjelaskan ledakan dahsyat pemikiran melalui evolusi, yang tidak dapat memberikan jawaban. Kesalahan besar Darwinisme jelas. Mutasi yang terjadi secara kebetulan tidak mungkin menghasilkan “ledakan dahsyat” ini di otak manusia yang mengarah pada rancangan “paling rumit di dunia”, yaitu pikiran manusia.
Kebenaran yang ditolak para evolusionis dapat dibuktikan: tidak mungkin menjelaskan pemikiran dan kesadaran manusia dalam bentuk materialisme. Atom-atom di otak tidak dapat merasa, mengetahui, atau berbicara. Tidak ada keraguan lagi bahwa sumber pemikiran manusia bukan atom, melainkan ilham dari Rabb kita.